Rangkuman Materi PAI Kelas 10 Bab 7 Kurikulum Merdeka
Assalamualaikum Wr Wb,
Halo sahabat pendidikan dimanapun anda berada, salam
sejahtera bagi kita semua.
Pada Kesempatan kali ini saya sebagai admin akan memberikan
informasi tentang rangkuman materi pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
jenjang SMA kelas 10 Bab 7
Bab 7 - Syu'abul Iman - Hakikat Mencintai Allah, Khauf, Raja', dan Tawakkal
1. Hakikat Mencintai Allah SWT
Cinta adalah perasaan yang suci dan lembut berupa rasa kasih sayang. Perasaan cinta ditandai dengan rasa rindu kepada yang dicintai. Tingkatan cinta tertinggi dan hakiki adalah cinta kepada Allah SWT. Cinta kepada Allah SWT. (mahabbatullah) berarti menempatkan Allah SWT. dalam hati sanubari. Cinta merupakan unsur terpenting dalam ibadah, di samping khauf (takut) dan raja’ (berharap). Ketiganya menjadi perasaan hati yang harus dimiliki setiap mukmin dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.
Cinta seseorang kepada Allah tumbuh dari pengaruh akal dan jiwa yang kuat akibat berpikir mendalam terhadap kekuasaan-Nya di langit dan bumi. Cinta ini akan semakin menggelora dengan merenungkan ayat-ayat Al-Qur`an dan membiasakan diri berzikir dengan nama dan sifat-sifat Allah SWT. Seseorang tidak akan memperoleh kesempurnaan iman tanpa mengenal keagungan Allah SWT., merasakan kebaikan dan ketulusan Allah, dan mengakui nikmat-nikmat-Nya.
Ketika cinta seseorang kepada Allah SWT. mengakar kuat dalam jiwanya, maka akan berpengaruh terhadap seluruh kehidupannya. Segala sesuatu akan terasa indah karena adanya rasa cinta kepada Allah SWT. Seseorang yang cinta kepada Allah SWT. akan merasakan manisnya iman
Rasulullah Saw. telah menyalakan api cinta pada hati para sahabatnya hingga mereka lebih mencintai Allah SWT. daripada mencintai diri sendiri dan keluarganya. Para sahabat Nabi rela mengorbankan jiwa demi cintanya kepada Allah SWT. Cinta kepada Allahlah yang menjadikan para sahabat meninggalkan kenikmatan duniawi demi meraih kebahagiaan di akhirat.
Tanda-Tanda Cinta kepada Allah SWT
a) Mencintai Rasulullah
Di antara tanda seseorang mencintai Allah Swt. adalah adanya rasa cinta kepada rasul-Nya. Simaklah Q.S. Ali Imran/3: 31 berikut ini!
Seseorang yang cinta kepada Allah Swt. dan rasul-Nya pasti akan cinta kepada Al-Qur`an. Dengan demikian ia akan selalu membaca dan mengamalkan isinya dalam kehidupan sehari-hari. Al-Qur`an diturunkan oleh Allah Swt. kepada Rasulullah Saw. melalui malaikat Jibril a.s. Sehingga kecintaan kepada Al-Qur`an akan menumbuhkan rasa cinta kepada Rasulullah Saw. sebagai penerima wahyu Allah Swt. Mencintai Rasulullah Saw. berarti pula mencintai sunah-sunahnya.
c) Menjauhi Perbuatan Dosa
Rasa cinta kepada Allah Swt. akan menjadikan seseorang selalu berusahauntuk menghindari perilaku dosa dan maksiat. Mereka selalu taat kepada perintah-Nya dengan ketaatan yang murni. Perilaku dosa akan menjauhkan hamba dari Tuhannya, sedangkan ketaatan akan mendekatkan diri kepada Tuhannya. Di samping itu, seseorang yang cinta kepada Allah Swt. akan selalu memperbanyak berzikir kepada-Nya. Mereka akan selalu menyebut nama-Nya pada setiap kesempatan. Hatinya bergetar tatkala disebut nama Allah Swt., dan bertambah imannya saat melihat tanda-tanda kebesaran-Nya
d) Mendahulukan perkara yang dicintai Allah SWT
Apapun yang dicintai oleh Allah Swt. akan lebih diutamakan oleh seseorang yang mencintai Allah Swt. Mereka tidak mempedulikan lagi kepentingan dan urusan pribadi atau pun keinginannya. Cintanya kepada Allah Swt. mewujudkan pengorbanan yang mengagumkan. Keikhlasan hati orang-orang yang cinta kepada Allah Swt. berbuah amal kebaikan pada seluruh aktivitas kehidupannya. Mereka merasa ringan untuk meninggalkan semua urusan, demi melaksanakan perintah Dzat yang ia cintai.
e) Tak gentar menghadapi hinaan
Kecintaan seseorang kepada Allah Swt. akan menjadikannya semakin teguh dalam mengamalkan ajaran Islam. Ia tak menghiraukan hinaan, cemoohan dan ujaran kebencian dari orang yang benci kepadanya. Kekuatan cinta membuatnya kuat menghadapi berbagai macam hujatan. Inilah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. dalam menghadapi kaum musyrikin. Semua hinaan yang ditujukan kepada Nabi Saw. tak menyurutkan langkah untuk tetap melanjutkan dakwah.
Cara Meningkatkan Cinta kepada Allah SWT
Ada beberapa cara untuk meningkatkan cinta kepada Allah Swt., diantaranya:
a) Memahami besarnya cinta Allah Swt. kepada hamba-Nya
Untuk meningkatkan rasa cinta kepada Allah Swt. dapat dilakukan dengan cara memahami betapa besarnya cinta Allah Swt. kepada hamba-Nya. Allah Swt. tak pernah berhenti memberikan nikmat kepada seluruh hamba-Nya. Oksigen, sinar matahari, air, tanah, dan sumber daya alam di bumi ini selalu disediakan oleh Allah Swt. bagi hamba-Nya tanpa terkecuali, baik mukmin ataupun tidak. Meskipun manusia berbuat dosa dan maksiat, tetap saja diberi nikmat-nikmat tersebut. Terlebih bagi seorang mukmin, tentu kenikmatan tersebut akan menjadikannya semakin bersyukur kepada-Nya. Hal ini merupakan bukti bahwa Allah Swt. mencintai hamba-Nya.
b) Senantiasa membersihkan hati
Ada segumpal daging pada diri manusia, jika ia baik maka baik pula seluruh jasadnya, sebaliknya jika ia buruk maka buruk pula seluruh jasadnya. Segumpal daging itu adalah hati. Hati akan menjadi bersih jika diisi dengan cinta kepada Allah Swt., melakukan perintah dan menjauhi perintah-Nya. Lebih dari itu, agar hati tetap bersih maka seseorang harus membiasakan diri membaca istigfar dan bertaubat kepada Allah Swt. Karena tak ada yang tahu kapan maut akan menjemput. Dengan selalu mengingat kematian, maka manusia akan terhindar dari sifat rakus terhadap duniawi.
c) Mempelajari ilmu agama secara mendalam
Seseorang yang memahami ilmu agama secara luas dan mendalam akan menjadikannya semakin cinta kepada Allah Swt. Dari cahaya ilmu tersebut terpancar kebesaran dan keagungan Allah Swt. Tumbuh kekaguman kepada pencipta alam semesta berserta isinya. Mereka akan merasa rendah diri di hadapan Allah Swt., lunturlah sifat sombong dan merasa hebat, karena menyadari betapa lemahnya manusia.
2. Hakikat Takut kepada Allah SWT (Khauf)
Rasa takut merupakan sifat orang bertaqwa, sekaligus merupakan bukti iman kepada Allah Swt. Rasa takut ini akan semakin meningkat seiring meningkatnya pengetahuan tentang Rabb-nya. Secara tegas, Allah Swt. memerintahkan orang beriman agar takut kepada-Nya.
Al khaufu artinya rasa takut, sedih dan gelisah ketika terjadi sesuatu yang tidak disenangi. Al-huznu adalah rasa sedih dan gelisah yang disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang bermanfaat atau mendapatkan musibah. Ar-rahbu merupakan padanan kata (sinonim) dari kata al-khaufu. Sedangkan al-khasyatu adalah rasa takut yang diiringi dengan pengagungan atas sesuatu yang ditakuti tersebut.
Kata khauf secara etimologis berarti khawatir, takut, atau tidak merasa aman. Hal ini tertuang dalam Q.S. as-Sajdah/32:16
Takut kepada Allah Swt. merupakan bukti seorang hamba mengenal-Nya. Rasa takut tersebut akan semakin bertambah seiring bertambahnya pengetahuan hamba terhadap Rabb-nya.
Menurut Imam al-Ghazali, takut kepada Allah Swt. dapat berupa rasa takut tidak diterimanya taubat, takut tidak mampu istikamah dalam beramal saleh, takut akan mengikuti hawa nafsu, takut tertipu oleh gemerlap duniawi, takut terperosok dalam jurang maksiat, takut atas siksa kubur, takut terjebak pada kesibukan yang melalaikan dari Allah Swt., takut menjadi sombong karena memperoleh nikmat dari Allah Swt., takut mendapatkan siksaan di dunia dan takut tidak mendapatkan nikmat surga. Adanya sifat khauf ini akan menjadi benteng penahan agar manusia tetap rendah hati dan tidak takabbur.
Rasa takut kepada Allah Swt. harus diikuti dengan ketaatan dan amal saleh. Dengan amal saleh inilah seorang mukmin berharap mendapatkan balasan berupa surga. Rasulullah Saw. melarang umatnya mencemooh sekecil apa pun amal kebaikan. Karena ukuran diterima atau tidaknya amal kebaikan adalah keikhlasan dalam hati. Sedangkan yang tahu isi hati seseorang hanyalah Allah Swt. Seorang mukmin harus berusaha menghindari api neraka dengan amal-amal saleh, salah satunya dengan bersedekah.
Sedekah merupakan salah satu amal saleh yang akan menyelamatkan dari api neraka. Sedekah itu dilihat dari tingkat keikhlasannya, bukan banyak sedikitnya nilai ekonomi dari sedekah tersebut. Tidak ada yang tahu melalui kebaikan manakah rida Allah Swt. akan diperoleh. Seorang muslim harus memiliki komitmen untuk selalu ikhlas dalam bersedekah. Tidak kikir menyedekahkan hartanya yang besar nilainya, dan tidak lambat untuk bersedekah dengan sesuatu yang kecil nilainya. Bisa jadi Allah Swt. rida atas sedekah dari seseorang karena dilandasi oleh rasa takut dan ikhlas, meskipun ia bersedekah dengan separuh biji kurma.
Tanda-Tanda Takut Kepada Allah
a) Ketaatannya kepada Allah
Ciri utama seorang hamba yang taat dapat diketahui dari tingkat ketaqwaannya kepada Allah Swt., yakni kepatuhan untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Ketaatan ini dilandasi oleh keimanan pada diri seorang hamba. Bagi seorang mukmin, pengabdian kepada Allah Swt. dapat terwujud dengan taat kepada-Nya.
b) Menjaga Lisan dari Perkataan Dusta
Manusia adalah mahkluk sosial yang senantiasa berinteraksi dengan sesama manusia. Berbicara dengan lisan merupakan unsur utama dari seluruh interaksi sosial tersebut. Karenanya, lisan harus terjaga dari ucapan kotor yang menyakitkan lawan bicara. Bagi seseorang yang takut kepada Allah Swt., ia akan berhati-hati dalam bertutur kata, dan memastikan perkataannya mengandung nilai manfaat.
c) Menghindari Iri dan Dengki
Sifat iri dan dengki muncul akibat tidak adanya rasa syukur pada diri seseorang. Padahal Allah Swt. telah mencukupi semua kebutuhan seluruh makhluk ciptaan-Nya. Untuk menumbuhkan rasa syukur ini dapat dilakukan dengan selalu menerima kenyataan dengan ikhlas dan melihat sisi positif dari setiap peristiwa hidup. Tidak mungkin Allah Swt. menghendaki keburukan pada diri hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh.
d) Menjaga Pandangan dari Kemaksiatan
Seseorang yang takut kepada Allah Swt. akan menjaga padangan dari segala kemaksiatan, termasuk memandang lawan jenis dengan pandangan yang diliputi oleh hawa nafsu. Menjaga pandangan bukan berarti memejamkan mata atau menundukkan kepala ke bawah, tapi mengendalikan hawa nafsu.
e) Menjauhi Makanan Haram
Banyak sekali makanan dan minuman halal yang telah disediakan oleh Allah Swt. untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia. Atas dasar ini, tentu sangat memprihatikan kalau ada manusia yang mengkonsumsi makanan dan minuman haram. Di era digital seperti saat ini, muncul berbagai macam menu makanan kekinian yang menggoda selera ditampilkan di internet. Terbukanya akses makanan dan minuman dari berbagai belahan dunia mengharuskan muslim berhati-hati dalam memilih yang halal dan sehat.
f) Menjaga Kaki dan Kedua Tangan dari sesuatu yang haram
Tangan dan kaki akan diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak. Seorang muslim akan menggunakan keduanya untuk kegiatan yang bermanfaat dan bernilai ibadah. Lebih dari itu mereka akan menjaga muslim lainnya agar tidak terganggu oleh lisan dan tangannya. Mereka bertindak dengan penuh hati-hati agar terjaga hubungan baik dengan sesama muslim dan mendapat rahmat dari Allah Swt.
3. Hakikat Berharap kepada Allah SWT (Raja')
Secara etimologis, raja’ berarti mengharap sesuatu atau tidak putus asa, hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam Q.S. al-‘Ankabut/29: 5 berikut ini.
Menurut istilah, raja’ berarti berharap untuk memperoleh rahmat dan karunia Allah Swt. Sifat raja’ ini harus disertai optimis, perasaan gembira, sikap percaya dan yakin akan kebaikan Allah Swt. Lebih dari itu sifat raja’ harus dibarengi dengan amal-amal saleh untuk meraih kebahagiaan di akhirat. Seseorang yang berharap kepada Allah Swt. tanpa diikuti dengan amal, maka ia hanya berangan-angan belaka.
Ketika seseorang memiliki sifat raja’ maka ia akan bersemangat untuk menggapai rahmat Allah Swt. karena Dia memiliki sifat Maha Pengampun, Maha Pengasih dan Penyayang. Meskipun bergelimangan dosa, rasa optimis mendapat ampunan Allah Swt. tetap ada dalam hatinya. Namun perlu diingat bahwa sifat raja’ ini harus bersanding dengan sifat khauf. Menurut Abu ‘Ali al- Rawdzabari, antara khauf dan raja’ ibarat dua sayap burung. Jika kedua sayap tersebut sama, maka burung tersebut akan mampu terbang secara sempurna. Namun jika kurang, maka terbangnya juga kurang sempurna. Dan jika salah satu sayap itu hilang, maka burung itu tak akan bisa terbang. Apabila kedua sayapnya hilang, maka tak butuh waktu lama burung itu akan mati.
Sifat khauf dapat mencegah seseorang berbuat dosa, sedangkan raja’ dapat mendorong untuk taat kepada Allah Swt. Imam al-Ghazali pernah ditanya, manakah yang lebih utama di antara sifat khauf dan raja’? Beliau balik bertanya, manakah yang lebih nikmat, air ataukah roti? Bagi orang yang kehausan, air lebih tepat. Namun bagi yang sedang lapar, roti lebih lebih tepat. Jika rasa dahaga dan lapar hadir bersamaan dengan kadar yang sama, maka air dan roti perlu dikonsumsi bersama-sama. Apabila hati seseorang ada penyakit merasa aman dari azab Allah Swt., maka obatnya adalah khauf. Sedangkan apabila hati seseorang ada penyakit merasa putus asa, maka obatnya adalah raja’.
Jika sifat khauf dan raja’ ini melekat pada diri seseorang maka ia tak akan mudah menghakimi orang lain, sebab semua keputusan ada di tangan Allah Swt. Misalnya, ketika melihat orang yang ahli maksiat, tidak boleh divonis pasti masuk neraka, bisa jadi dalam hatinya ada harapan Allah Swt. akan mengampuninya, hingga Allah Swt. memasukkannya ke surga. Sebaliknya, seseorang rajin ibadah bisa jadi masuk neraka, karena ada sifat sombong dalam hatinya.
Cara Menumbuhkan Sifat Raja'
a) Muhasabah atas nikmat-nikat Allah Swt
Muhasabah atas nikmat-nikmat Allah Swt. berarti mawas diri atas apa yang telah diperbuat sebagai ungkapan syukur kepada Allah Swt. Tak ada manusia yang sanggup menghitung nikmat Allah Swt. Sifat raja’ akan muncul pada diri seseorang yang hatinya dipenuhi rasa syukur kepada Allah Swt.
b) Mempelajar dan Memahami Al Quran
Al-Qur`an merupakan kalamullah yang syarat dengan ilmu. Di dalamnya terkandung hikmah dan pelajaran bagi siapa saja yang ingin mengambilnya. Setiap ayat dan surat Al-Qur`an berisi pesan-pesan moral dari Allah Swt. kepada seluruh umat manusia. Dengan mempelajari dan memahaminya secara mendalam maka akan tumbuh sifat raja’.
c) Meyakini kesempurnaan karunia Allah SWT
Sifat raja’ akan tumbuh pada diri seseorang apabila ia meyakini bahwa Allah Swt. telah memberikan karunia sempurna kepadanya. Allah Swt. telah memberikan rejeki yang cukup bagi semua makhluk ciptaan-Nya. Tak ada satupun makhluk di dunia ini yang sia-sia, pasti bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Manfaat Sifat Raja'
a) Semangat dalam ketaatan kepada Allah Swt
Manusia akan selalu dijerumuskan oleh setan ke jalan sesat. Setan akan mencegah seseorang yang berniat untuk berbuat baik. Apabila ia mampu melawan bisikan setan dan berhasil melakukan amal kebaikan, maka setan akan berusaha menghembuskan sifat riya’ dan takabbur ke dalam hatinya. Allah Swt. akan menurunkan rahmat-Nya kepada seseorang yang taat kepada-Nya.
b) Tenang dalam menghadapi kesulitan
Hidup di dunia ini penuh dengan ujian dan cobaan. Semakin tinggi ilmu dan iman maka semakin berat pula cobaan yang diterima. Allah Swt. hendak memberikan pahala bagi hamba-Nya yang sedang diuji tersebut. Bagi seorang mukmin, kesulitan dihadapi dengan sabar dan harapan kepada Allah Swt. Dan ketika menerima nikmat, ia bersyukur kepada Allah Swt.
c) Merasa nikmat dalam beribadah kepada Allah Swt
Apabila seseorang benar-benar mencintai sesuatu, maka ia akan merasa ringan dalam menghadapi kesulitan dan rintangan. Ibarat peternak lebah yang berjibaku memanen madu di sarang lebah, ia tak menghiraukan ancaman sengatan lebah karena ingat manfaat dan manisnya madu. Begitu pula seseorang yang rajin beribadah, ia hanya fokus pada kenikmatan surga, bukan pada beban berat dan kesulitan ibadah tersebut.
d) Menumbuhkan sifat optimis
Harapan kepada Allah Swt. disertai ketundukan hati akan menjadikan seseorang optimis menghadapi cobaan hidup. Allah Swt. tidak akan membebani hamba-Nya di luar batas kemampuannya. Semua cobaan dan ujian dari Allah Swt. pasti ada jalan penyelesaiannya. Dan rahmat Allah Swt terhampar sangat luas bagi seluruh hamba yang memohon kepada-Nya.
4. Hakikat Tawakkal kepada Allah SWT
Secara bahasa, tawakal berarti memasrahkan, menanggungkan sesuatu, mewakilkan atau menyerahkan. Secara istilah, tawakal artinya menyerahkan segala permasalahan kepada Allah Swt. setelah melakukan usaha sekuat tenaga. Seseorang yang bertawakal adalah seseorang yang mewakilkan atau menyerahkan hasil usahanya kepada Allah Swt. Sifat Ini merupakan bentuk kepasrahan kepada-Nya sebagai dzat yang Maha kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada rasa sedih dan kecewa atas keputusan yang diberikan-Nya.
Sebagian orang keliru dalam memahami sikap tawakal. Mereka pasrah secara total kepada Allah Swt., tanpa ada ikhtiar terlebih dahulu. Mereka berpikir tak perlu bekerja, jika dikehendaki oleh Allah Swt. menjadi kaya maka pasti akan kaya. Mereka tak mau belajar, jika Allah Swt. menghendaki menjadi pintar maka pasti pintar, demikian seterusnya. Inilah sikap keliru yang harus ditinggalkan.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: “Dari Umar r.a. berkata: “Saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda: ‘Seandainya kamu sekalian benar-benar tawakal kepada Allah niscaya Allah akan memberi rejeki kepadamu sebagaimana Ia memberi rejeki kepada burung, di mana burung itu keluar pada waktu pagi dengan perut kosong (lapar) dan pada waktu sore ia kembali dengan perut kenyang.” (HR. Turmudzi).
Tawakal bukan berarti menyerahkan nasib kepada Allah Swt. secara mutlak. Akan tetapi harus didahului dengan ikhtiar yang sungguh-sungguh. Dikisahkan, ada sahabat Nabi Saw. datang menemui beliau tanpa terlebih dahulu mengikat untanya. Saat ditanya, sahabat tersebut menjawab: ’Aku tawakal kepada Allah Swt.”. Kemudian Nabi Saw. meluruskan kesalahan dalam memahami makna tawakal tersebut dengan bersabda”: ’Ikatlah terlebih dahulu untamu, kemudian setelah itu bertawakallah kepada Allah Swt.”
Seseorang yang menerapkan sikap tawakal akan tumbuh keyakinan bahwa tidak ada satu pun amal kebaikan yang sia-sia. Urusan diterima atau ditolaknya amal merupakan hak penuh Allah Swt., tugas seorang hamba hanya beramal sebaik-baiknya. Meskipun harapan atas amal kebaikan tersebut belum tercapai secara sempurna, ia tetap memiliki semangat.
Manfaat Tawakkal
a) Tercukupi semua keperluan
Seseorang yang bertawakal kepada Allah Swt. akan mendapatkan jaminan tercukupinya semua kebutuhan hidupnya.
b) Mudah untuk bangkit dari keterpurukan
Setiap orang pasti pernah merasakan suatu kegagalan. Usaha maksimal sudah dilakukan, namun tidak ada hasilnya. Seseorang yang tawakal dan husnuzan atas ketentuan Allah Swt. akan mudah bangkit dari kegagalan dan keterpurukan tersebut. Sesulit apapun masalah yang dihadapi, ia akan sabar dan optimis mampu menyelesaikannya dengan baik.
c) Tidak bisa dikuasai oleh setan
Seseorang yang bertawakal tidak bisa dikuasai oleh setan. Sebab, setan tidak punya kemampuan menggoda orang-orang yang dekat dengan Allah Swt.
d) Memperoleh nikmat yang tiada henti
Allah Swt. akan memberikan nikmat yang terus-menerus mengalir tiada henti kepada hamba-Nya yang ikhtiar tanpa mengeluh, dan selalu berharap mْendapatkan yang terbaik.
e) Menghargai hasil usaha
Seseorang yang bertawakal akan menerima apa pun hasil akhir dari usahanya. Hatinya tetap gembira dan penuh rasa syukur atas semua karunia dari Allah Swt. Ia akan terus-menerus berusaha maksimal untuk meraih impiannya. Usaha yang telah dilakukan tersebut dijadikan bahan renungan untuk terus diperbaiki di masa datang. Jika hasil usaha sendiri saja dihargai, maka sikap ini akan berimbas kepada sikap menghargai hasil usaha orang lain.